Batam, 24 Juni 2024 Kota Batam kembali dihadapkan pada ujian toleransi antarumat beragama, menyusul mencuatnya aspirasi warga Muslim di kawasan Orchard Park, Batam Centre, yang mengajukan permohonan pendirian masjid di atas lahan fasilitas umum (fasum). Merespons dinamika tersebut, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Batam menegaskan komitmennya untuk menjadi jembatan dialog lintas kelompok demi menjaga harmoni sosial yang selama ini telah menjadi identitas kolektif warga Batam.
Pertemuan mediasi yang berlangsung pada Rabu, 24 Juli 2024 di Club House Orchard Park, dihadiri berbagai pemangku kepentingan. Hadir secara langsung maupun daring antara lain perwakilan warga Muslim dan non-Muslim, pihak pengembang dan pengelola kawasan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim), Kementerian Agama Kota Batam, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batam Kota, aparat TNI-Polri, staf khusus Walikota Batam, serta unsur FKUB.
Dari data yang disampaikan dalam forum tersebut, sekitar 23 persen dari total 1.200 unit rumah di Orchard Park dihuni oleh warga Muslim, atau kurang lebih 200 kepala keluarga. Angka ini belum mencakup keberadaan karyawan Muslim yang bekerja di area perkantoran, ritel, dan pusat perbelanjaan di kawasan tersebut. Permohonan pembangunan masjid telah diajukan sejak tahun 2023, namun belum memperoleh persetujuan dari pengembang dengan alasan perlunya pertimbangan sosial yang lebih matang.
FKUB Batam menekankan pentingnya membangun komunikasi yang sehat dan terbuka. Dalam pernyataannya, Sekretaris FKUB menggarisbawahi bahwa polemik semacam ini tidak semestinya menjadi sumber perpecahan, melainkan momentum untuk memperkuat budaya musyawarah yang konstruktif.
Mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, pendirian rumah ibadah di Indonesia harus memenuhi dua syarat utama: dukungan dari minimal 90 calon pengguna rumah ibadah yang dibuktikan dengan KTP dan disahkan oleh pejabat berwenang, serta dukungan tertulis dari minimal 60 warga sekitar yang juga dilegalisasi oleh lurah atau kepala desa. FKUB menilai bahwa selama ketentuan hukum ini terpenuhi, maka pembangunan rumah ibadah dapat difasilitasi tanpa perlu menimbulkan kegaduhan sosial.
Batam sendiri telah dikenal secara nasional sebagai barometer keberagaman yang rukun. Pada 2022, Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau mencetak sejarah dengan meraih Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 85,78 — jauh di atas rata-rata nasional 76,47.
Ketua FKUB Kota Batam, Prof. Dr. Chablullah Wibisono, MM, yang juga merupakan Guru Besar Universitas Batam, menegaskan bahwa capaian tersebut bukan sekadar angka statistik, melainkan refleksi dari budaya gotong royong dalam keberagaman. Ia mencontohkan Kecamatan Sagulung yang meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam (77,79%), tetap mampu mempertahankan kerukunan dengan pemeluk agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
"Kerukunan itu dibangun bukan dengan slogan, tapi dengan tindakan konkret dan kesadaran kolektif. Keberagaman adalah karunia yang semestinya dirawat bersama, bukan dijadikan pemantik konflik," ujar Prof. Chablullah.
FKUB juga menyerukan peran aktif para tokoh agama, masyarakat, dan pihak pengembang untuk lebih terbuka terhadap ruang dialog. Isu sensitif seperti pendirian rumah ibadah, menurut FKUB, harus dijawab melalui pendekatan partisipatif dan transparan, bukan asumsi atau ketakutan yang tidak berdasar.
Melalui pendekatan ini, diharapkan setiap aspirasi warga—termasuk pembangunan masjid di Orchard Park—dapat difasilitasi secara adil dan proporsional, tanpa mencederai keharmonisan yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Batam. Seluruh pihak pun sepakat untuk mencari solusi terbaik dalam waktu dekat, demi mempertahankan Batam sebagai kota model keberagaman dan perdamaian di Indonesia.
Batam, dengan semangat “Bandar Dunia Madani”-nya, kini kembali diuji. Namun dengan komitmen kuat dari semua unsur, harapan untuk menyelesaikan persoalan ini secara damai tetap terbuka lebar. Kota ini telah membuktikan bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu, melainkan fondasi untuk tumbuh bersama sebagai bangsa yang beradab. (Nursalim Turatea/Yanti)
